Dalil-Dalil Menurut Islam Pengharaman Perbuatan Korupsi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa yang ditetapkan pada Musyawarah Nasional IV, tanggal 25-29 Juli tahun 2000 M turut membahas perihal korupsi, atau yang disebut ghulul. Korupsi adalah tindakan pengambilan sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut syariat Islam.
Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi susunan Musnar Indra Daulay dkk, terdapat sebutan lain dalam bahasa Arab yang punya kesesuaian dengan tindak pidana korupsi, yakni risywah (penyuapan), ghasab (mengambil paksa hak orang lain), sariqah (pencurian), khiyanat, dan hirabah (perampokan).
Dalil Larangan Korupsi
Fatwa MUI menegaskan bahwasanya ghulul adalah haram dan begitu dilarang oleh agama. Terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan hukum pelarangan korupsi ini, sebagai berikut :
Surat Al-Baqarah ayat 188
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Arab Latin : Wa lā ta`kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili wa tudlụ bihā ilal-ḥukkāmi lita`kulụ farīqam min amwālin-nāsi bil-iṡmi wa antum ta’lamụn
Artinya :
Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.
Surat An-Nisa ayat 29
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
Arab Latin : Yā ayyuhallażīna āmanụ lā ta`kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar),
Surat Ali Imran ayat 161
وَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ
Arab Latin : Wa may yaglul ya`ti bimā galla yaumal-qiyāmah
Artinya :
Siapa yang menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu.
Risywah (Suap) Merupakan Salah Satu Bentuk Tindak Korupsi
Masih dari fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), risywah adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariat) atau menyalahkan perbuatan yang hak.
Pemberi suap diistilahkan dengan rasyi, sementara penerimanya adalah murtasyi, dan penghubung antara keduanya disebut ra’isy. Contoh dari risywah, seperti suap (berupa apa pun), uang pelicin, money politic.
Mengenai risywah yang merupakan salah satu bentuk korupsi, MUI menyatakan haram bagi praktiknya. Baik yang memberikan suap, maupun menerimanya.
Setiap orang tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua hukum/undang-undang yang berlaku dan apabila melanggarnya, akan dituntut dan dihukum berdasarkan undang-undang/hukum yang berlaku tersebut. Ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat dijadikan alasan pemaaf atau membebaskan orang itu dari tuntutan hukum. Demikian juga dalam hukum Islam, seorang Muslim wajib mengatahui apa, bagaimana dan dari mana sumber yang ia konsumsi dan ia pakai, apakah dari sumber yang halal ataukah dari sumber yang haram baik haram dari segi zat-nya (haram-lidzatihi) maupun haram karena sebab lain yang mengharamkannya (haram-lighairihi).
Setiap penyelenggara negara, pejabat pemerintah maupun pegawai negeri yang disebut dalam Undang-Undang merupakan subjek hukum tindak pidana korupsi, wajib betul-betul memahami ke-30 (tiga puluh) bentuk tindak pidana korupsi yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga langkah dan kebijakan yang ia ambil dapat menghindarkan dirinya dari suatu perbuatan korupsi. Dalam Islam, Ulama fikih sepakat mengharamkan pemanfaatan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara korupsi oleh Karena itu seorang muslim wajib mengatahui apa, bagaimana dan dari mana sumber yang ia konsumsi dan ia pakai untuk keselamatan kehidupannya di dunia dan di akhirat.
Dalil-Dalil Islam Pengharaman Perbuatan Korupsi
Dalil-dalil pengharaman perbuatan korupsi dari berbagai bentuk dan aspeknya dalam sudut pandang Islam sebagai berikut :
- Ayat-ayat Al Quran.
- (QS. Al-Baqarah: 188)
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَࣖ ١٨٨
wa lâ ta’kulû amwâlakum bainakum bil-bâthili wa tudlû bihâ ilal-ḫukkâmi lita’kulû farîqam min amwâlin-nâsi bil-itsmi wa antum ta‘lamûn
Artinya :
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) hartamu itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
- (QS. Ali Imran:161)
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّۗ وَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ ١٦١
wa mâ kâna linabiyyin ay yaghull, wa may yaghlul ya’ti bimâ ghalla yaumal-qiyâmah, tsumma tuwaffâ kullu nafsim mâ kasabat wa hum lâ yudhlamûn
Artinya :
Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan harta rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
- (QS. Al-Anfal: 27)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٢٧
yâ ayyuhalladzîna âmanû lâ takhûnullâha war-rasûla wa takhûnû amânâtikum wa antum ta‘lamûn
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui
- (QS. An-Nisa: 58)
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًا ۢ بَصِيْرًا
innallâha ya’murukum an tu’addul-amânâti ilâ ahlihâ wa idzâ ḫakamtum bainan-nâsi an taḫkumû bil-‘adl, innallâha ni‘immâ ya‘idhukum bih, innallâha kâna samî‘am bashîrâ
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
- (QS Al-Baqarah Ayat 172)
- يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْن
yâ ayyuhalladzîna âmanû kulû min thayyibâti mâ razaqnâkum wasykurû lillâhi ing kuntum iyyâhu ta‘budûn
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada kamu,
- Hadits-hadits Nabi SAW.
- Barangsiapa yang telah aku pekerjakan dalam suatu pekerjaan, lalu kuberi gajinya, maka sesuatu yang diambilnya di luar gajinya itu adalah penipuan (haram). (HR. Abu Dawud).
- Rasulullah SAW mengangkat salah seorang sebagai petugas yang mengambil zakat Bani Sulaim, ketika datang Rasulullah SAW mengaudit hasil zakat yang dikumpulkannya. Ia (orang tersebut) berkata,Ini harta kalian, dan yang ini hadiah, Kemudian Rasulullah SAW berkata kepadanya: Kalau engkau benar itu hadiah, mengapa engkau tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu, lalu lihatlah, apakah kamu akan diberi hadiah (oleh orang lain) atau tidak? Lalu beliau bersabda : Aku telah tugaskan seseorang dari kalian sebuah pekerjaan yang Allah azza wa Jalla telah pertanggungjawakan kepadaku, Lalu ia datang dan berkata yang ini harta kalian, sedangkan yang ini hadiah untukku. Jika dia benar, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya, kalau benar hadiah itu mendatanginya. Demi Allah, tidak boleh salah seorang kalian mengambilnya tanpa hak, (HR Bukhari dan Muslim)
- Allah melaknat orang yang menyuap dan menerima suap. (H.R. Ahmad dan Hambali).
- Jika seseorang pergi naik haji dengan biaya dari harta yang halal, maka ketika ia mulai membacakan talbiah datang seruan dari langit, Allah akan menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu akan bahagia. Perbekalanmu halal, kendaraanmu juga halal, maka hajimu diterima dan tidak dicampuri dosa. Sebaliknya bila pergi dengan harta yang haram, lalu ia mengucapkan talbiah maka datang seruan dari langit, Tidak diterima kunjunganmu dan kamu tidak berbahagia. Perbekalanmu haram, belanjamu dari yang haram, maka hajimu berdosa, jauh dari pahala (tidak diterima).(HR. At-Tabrani).
- Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit Ra. Nabi SAW bersabda (karena) sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya.
- Rasulullah SAW menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdoa): Ya Rabb…, ya Rabb…, tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan dikabulkan?. (H.R Muslim)
- Kaidah fiqhiyyah. Apa yang diharamkan mengambilnya, maka haram memberikannya/memanfaatkannya.
- Pendapat Sahabat dan Tabi’in. Ibnu Mas ud berkata, Suap itu adalah apabila seorang memiliki keperluan pada yang lain dan memberinya hadiah dan hadih itu diterima. Umar bin Abdul Aziz berkata, Hadiah pada zaman Nabi adalah hadiah. Pada zaman sekarang adalah suap.
- Pendapat ahli Fiqh
- Ulama fiqh sepakat mengharamkan pemanfaatan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara korupsi,
- Ulama fiqh berbeda pendapat mengenai akibat hukum dari pemanfaatan hasil korupsi tersebut.
- Mazhab Syafi i, Mazhab Maliki, dan Mazhab Hanafi mengatakan bahwa shalat dengan menggunakan kain yang diperoleh dengan cara yang batil (menipu/korupsi) adalah sah selama dilaksanakan sesuai dengan syarat dan rukun yang ditetapkan. Meskipun demikian, mereka tetap berpendapat bahwa memakainya adalah dosa, karena kain itu bukan miliknya yang sah. Demikian juga pendapat mereka tentang haji dengan uang yang diperoleh secara korupsi, hajinya tetap dianggap sah, meskipun ia berdosa menggunakan uang tersebut. Menurut mereka, keabsahan suatu amalan hanya ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat amalan dimaksud. Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, shalat dengan menggunakan kain hasil korupsi tidak sah, karena menutup aurat dengan bahan yang suci adalah salah satu syarat sah shalat. Menutup aurat dengan kain yang haram memakainya sama dengan shalat memakai pakaian bernajis. Lagi pula shalat merupakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu, tidak pantas dilakukan dengan menggunakan kain yang diperoleh dengan cara yang dilarang Allah SWT. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, haji yang dilakukan dengan uang hasil korupsi tidak sah. la memperkuat pendapatnya dengan hadis yang menerangkan bahwa Allah SWT adalah baik, dan tidak menerima kecuali yang baik.
- Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat selama suatu perbuatan dipandang haram, maka selama itu pula diharamkan memanfaatkan hasilnya. Namun, jika perbuatan itu tidak lagi dipandang haram, maka hasilnya boleh dimanfaatkan. Selama hasil perbuatan itu diharamkan memanfaatkannya, selama itu pula pelakunya dituntut untuk mengembalikannya kepada pemiliknya yang sah. (Try-gmpkkdr)
Ditulis oleh : R. Tri Priyo Nugroho, S.Sos (gmpk Kediri Raya)
Sumber Referensi :
Al quran terjemaah Hadist NU Online, https://www.nu.or.id/
BILA SUATU PERKARA DISERAHKAN PADA ORANG YANG BUKAN AHLI AMANAH TUNGGU KEHANCURANYA
https://kantisuci.blogspot.com/search?q=suatu+perkara+bukan+ahlinya