KORUPSI MERUSAK TATANAN BERBANGSA DAN NEGARA

KORUPSI MERUSAK TATANAN BERBANGSA DAN NEGARA

 

Tindak pidana korupsi merupakan penyakit sosial dan moral yang telah merajalela di banyak negara dan kejahatan Extraordinary crime (kejahatan luar biasa), termasuk di Indonesia. Dalam konteks ini, korupsi bukan hanya masalah hukum semata, tetapi telah menjadi ancaman nyata terhadap tatanan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Penulis artikel ini berusaha mengulas tentang jenis-jenis korupsi, dampak negatif korupsi terhadap masyarakat dan negara, serta peran Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam memberantas korupsi.

Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki peran strategis dalam menjaga integritas dan menolak praktik korupsi. Dalam menghadapi tantangan ini, ASN memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk bersama-sama mencegah serta menindak tegas segala bentuk korupsi. Korupsi, sebagai perbuatan melanggar hukum yang merugikan keuangan negara dan pelayanan publik, mencakup berbagai bentuk, seperti suap, nepotisme, kolusi, kejahatan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) dan penyalahgunaan wewenang.

Untuk dapat melakukan upaya-upaya dalam rangka memberantas korupsi, terlebih dahulu kita perlu mengetahui apa saja tindakan yang termasuk dalam Tindak Pidana Korupsi. Secara formal Tindak Pidana Korupsi telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Di dalamnya, tindak pidana korupsi telah dijelaskan di dalam 13 (tiga belas) pasal. Selanjutnya dari pasal-pasal tersebut tindak pidana korupsi dapat dirumuskan menjadi 30 (tiga puluh) jenis mulai dari yang tergolong ringan hingga luar biasa besar.

 Berikut 30 (tiga puluh) jenis tindak pidana korupsi tersebut :

  1. Menyuap pegawai negeri;
  2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya;
  3. Pegawai negeri menerima suap;
  4. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya;
  5. Menyuap hakim;
  6. Menyuap advokat;
  7. Hakim dan advokat menerima suap;
  8. Hakim menerima suap;
  9. Advokat menerima suap;
  10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan;
  11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi;
  12. Pegawai negeri merusakan bukti;
  13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti;
  14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti;
  15. Pegawai negeri memeras;
  16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain;
  17. Pemborong membuat curang;
  18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;
  19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang;
  20. Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang;
  21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang;
  22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain;
  23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya;
  24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan ke KPK;
  25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
  26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan;
  27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
  28. Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu;
  29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu;
  30. Saksi yang membuka identitas pelapor.

 

Dari beragam jenis tindakan yang termasuk dalam tindak pidana korupsi di atas, kemudian  dapat diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa kelompok tindak pidana korupsi, antara lain :

  1. Kerugian Keuangan Negara. Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Misalnya, seorang pegawai pemerintah melakukan mark up anggaran agar mendapatkan keuntungan dari selisih harga tersebut. Tindakan ini merugikan keuangan negara karena anggaran bisa membengkak dari yang seharusnya.
  2. Suap Menyuap. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil Negara,  penyelenggara negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap menyuap bisa terjadi antarpegawai maupun pegawai dengan pihak luar. Suap antarpegawai misalnya dilakukan untuk memudahkan kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap dengan pihak luar misalnya ketika pihak swasta memberikan suap kepada pegawai pemerintah agar dimenangkan dalam proses tender.
  3. Penggelapan dalam Jabatan. Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Contoh penggelapan dalam jabatan, penegak hukum merobek dan menghancurkan barang bukti suap untuk melindungi pemberi suap.
  4. Pemerasan. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Misalnya, seorang pegawai negeri menyatakan bahwa tarif pengurusan dokumen adalah Rp.200 ribu, padahal seharusnya hanya Rp.20 ribu atau bahkan tidak dipungut biaya alias gratis. Pegawai itu memaksa masyarakat untuk membayar di luar ketentuan resmi dengan ancaman dokumen mereka tidak diurus.
  5. Perbuatan Curang. Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat membahayakan orang lain. Misalnya, pemborong pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang membahayakan keamanan orang atau barang. Contoh lain, kecurangan pada pengadaan barang TNI dan Kepolisian Negara RI yang bisa membahayakan keselamatan negara saat berperang.
  6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan . Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal dia ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. Misalnya, dalam pengadaan alat tulis kantor seorang pegawai pemerintahan menyertakan perusahaan keluarganya untuk proses tender dan mengupayakan kemenangannya.
  7. Gratifikasi . Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya. Misalnya, seorang pengusaha memberikan hadiah mahal kepada pejabat dengan harapan mendapatkan proyek dari instansi pemerintahan. Jika tidak dilaporkan kepada KPK, maka gratifikasi ini akan dianggap suap.

Korupsi sangat parah hingga menggurita, bagaikan sel-sel kanker mematikan tatanan kehidupaan bernegara dan berbangsa yang apabila darurat tidak segera diberantas, akan menggerogoti sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara dari berbagai lini.

 

Dampak negatif korupsi terhadap masyarakat dan negara antara lain :

  1. Merusak Fondasi Ekonomi. Korupsi memiliki dampak yang merusak pada ekonomi suatu negara. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan masyarakat seringkali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan ketidaksetaraan yang lebih besar antara kelompok masyarakat.
  2. Melemahkan Sistem Pendidikan dan Kesehatan. Anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan sering menjadi sasaran empuk korupsi. Kurangnya dana yang seharusnya dialokasikan untuk peningkatan mutu pendidikan dan pelayanan kesehatan dapat berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia dan taraf kesehatan masyarakat.
  3. Menghancurkan Keadilan Sosial. Korupsi menciptakan ketidaksetaraan dalam akses terhadap layanan publik. Masyarakat yang kurang mampu seringkali menjadi korban utama, sementara elite koruptor memperoleh fasilitas dan keistimewaan tanpa batas. Hal ini mengancam prinsip-prinsip keadilan sosial yang merupakan landasan negara.
  4. Menurunkan Kepercayaan Publik. Tindakan korupsi yang merajalela mengakibatkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. Korupsi menciptakan citra negatif terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik, menggerus fondasi kepercayaan publik yang merupakan aspek vital dalam menjaga stabilitas negara.

 

Perlunya Tindakan Intensif dan Berkesinambungan

Untuk memberantas korupsi, diperlukan tindakan yang intensif dan berkesinambungan dari semua lapisan masyarakat. Pemberantasan korupsi tidak hanya tanggung jawab lembaga penegak hukum, tetapi juga melibatkan peran aktif masyarakat, media, dan sektor bisnis.

Peran ASN dalam menolak korupsi bukan hanya sekadar tugas, melainkan merupakan komitmen untuk menjaga kehormatan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan adanya kerjasama antara ASN, masyarakat, dan pemerintah, diharapkan Indonesia dapat memperkuat fondasi integritas dan melangkah menuju pemerintahan yang bersih, transparan, dan melayani.

 

Dalam upaya mencegah dan menolak korupsi, ASN dapat mengambil beberapa langkah konkret, antara lain :

  1. Menanamkan Pemahaman Anti Korupsi. ASN perlu terus menanamkan pemahaman tentang bahaya korupsi dan dampak negatifnya terhadap pelayanan publik. Workshop, seminar, dan pelatihan etika menjadi sarana efektif untuk meningkatkan kesadaran ASN terhadap pentingnya integritas dalam menjalankan tugas.
  2. Mengedepankan Keterbukaan dan Transparansi. Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan dan pengambilan keputusan menjadi langkah proaktif dalam mencegah korupsi. ASN dapat aktif mengumumkan informasi yang relevan kepada publik, termasuk laporan keuangan dan kebijakan.
  3. Mendorong Pelaporan Kecurangan. ASN perlu didorong untuk melaporkan setiap indikasi kecurangan atau praktik korupsi. Membangun sistem pelaporan yang aman dan dapat dipercaya menjadi kunci untuk memberikan keberanian kepada ASN yang ingin bersuara.
  4. Berani Benar Meskipun Sendirian. ASN harus memiliki keberanian untuk membela kebenaran meskipun berhadapan dengan tekanan atau risiko. Berdiri teguh untuk integritas dan etika akan membentuk budaya organisasi yang kuat.
  5. Pelaksanaan Sanksi yang Tegas. Menerapkan sanksi tegas terhadap pelaku korupsi adalah langkah penting untuk memberikan sinyal bahwa praktik tersebut tidak akan ditoleransi dalam lingkungan ASN.
  6. Edukasi dan Kampanye. Salah satu hal penting dalam pemberantasan korupsi, adalah kesamaan pemahaman mengenai tindak pidana korupsi itu sendiri. Dengan adanya tujuan visi, misi yang sama, pemberantasan korupsi bisa dilakukan secara tepat dan terarah. Edukasi dan Kampanye tersebut  bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak korupsi, mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi, serta membangun perilaku dan budaya antikorupsi di berbagai lapisan masyarakat.

 

Semangat integritas merupakan kunci keberhasilan upaya pemberantasan korupsi. Pentingnya membangun semangat integritas dalam segala aspek kehidupan masyarakat tidak dapat diabaikan. Pendidikan karakter yang mengutamakan nilai-nilai integritas perlu diperkuat di lingkungan pendidikan dan keluarga. Selain itu, perlu adanya perubahan budaya dalam masyarakat yang menolak segala bentuk korupsi.

Di era digital seperti sekarang, keterlibatan teknologi dan transparansi memegang peranan yang tak kalah penting. Pemanfaatan teknologi informasi dan praktik transparansi dapat menjadi alat efektif dalam pemberantasan korupsi. Sistem pengawasan yang modern dan transparan dapat memberikan keamanan bagi whistleblower (pemberi informasi) dan memudahkan pendeteksian tindakan korupsi.

Pemberantasan korupsi memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, tindakan intensif, dan semangat integritas yang tulus. Hanya dengan upaya bersama, Indonesia dapat membebaskan diri dari belenggu korupsi dan melangkah menuju masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadilan.

 

Kesimpulan :

7 jenis korupsi :

  1. Menyuap pegawai negeri;
  2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya;
  3. Pegawai negeri menerima suap;
  4. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya;
  5. Menyuap hakim;
  6. Menyuap advokat;
  7. Hakim dan advokat menerima suap;
  8. Hakim menerima suap;

30 jenis korupsi :

  1. Menyuap pegawai negeri;
  2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya;
  3. Pegawai negeri menerima suap;
  4. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya;
  5. Menyuap hakim;
  6. Menyuap advokat;
  7. Hakim dan advokat menerima suap;
  8. Hakim menerima suap;
  9. Advokat menerima suap;
  10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan;
  11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi;
  12. Pegawai negeri merusakan bukti;
  13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti;
  14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti;
  15. Pegawai negeri memeras;
  16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain;
  17. Pemborong membuat curang;
  18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;
  19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang;
  20. Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang;
  21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang;
  22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain;
  23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya;
  24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan ke KPK;
  25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
  26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan;
  27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
  28. Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu;
  29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu;
  30. Saksi yang membuka identitas pelapor.

 

Dari ke-30 jenis korupsi tersebut, diklasifikasikan lagi menjadi tujuh kelompok tindak pidana korupsi, yaitu : 

  1. Kerugian Keuangan Negara

Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Misalnya, seorang pegawai pemerintah melakukan mark up anggaran agar mendapatkan keuntungan dari selisih harga tersebut. Tindakan ini merugikan keuangan negara karena anggaran bisa membengkak dari yang seharusnya.

  1. Suap Menyuap

Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil Negara,  penyelenggara negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap menyuap bisa terjadi antarpegawai maupun pegawai dengan pihak luar. Suap antarpegawai misalnya dilakukan untuk memudahkan kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap dengan pihak luar misalnya ketika pihak swasta memberikan suap kepada pegawai pemerintah agar dimenangkan dalam proses tender.

  1. Penggelapan dalam Jabatan

Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Contoh penggelapan dalam jabatan, penegak hukum merobek dan menghancurkan barang bukti suap untuk melindungi pemberi suap.

  1. Pemerasan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Misalnya, seorang pegawai negeri menyatakan bahwa tarif pengurusan dokumen adalah Rp50 ribu, padahal seharusnya hanya Rp15 ribu atau malah gratis. Pegawai itu memaksa masyarakat untuk membayar di luar ketentuan resmi dengan ancaman dokumen mereka tidak diurus.

  1. Perbuatan Curang

Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat membahayakan orang lain. Misalnya, pemborong pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang membahayakan keamanan orang atau barang. Contoh lain, kecurangan pada pengadaan barang TNI dan Kepolisian Negara RI yang bisa membahayakan keselamatan negara saat berperang.

  1. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal dia ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. Misalnya, dalam pengadaan alat tulis kantor seorang pegawai pemerintahan menyertakan perusahaan keluarganya untuk proses tender dan mengupayakan kemenangannya.

  1. Gratifikasi

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya. Misalnya, seorang pengusaha memberikan hadiah mahal kepada pejabat dengan harapan mendapatkan proyek dari instansi pemerintahan. Jika tidak dilaporkan kepada KPK, maka gratifikasi ini akan dianggap suap. (Try-gmpkkdr)

 

 

 

Ditulis oleh : R. Tri Priyo Nugroho, S.Sos

Sumber Referensi :

  • Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Hak Cipta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara@2021, Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat – Gedung Syafruddin Prawiranegara II Lt.12, Jl. Lapangan Banteng Timur Nomor 2-4 Jakarta
  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
  • https://inspektorat.bandaacehkota.go.id/2024/05/13/ayo-kenali-dan-hindari-30-jenis-korupsi-ini/

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *