MASALAH BANGSA INDONESIA SAAT INI

MASALAH BANGSA INDONESIA SAAT INI

 

Indonesia sekarang ini memiliki cukup banyak permasalahan yang perlu segera diatasi. Permasalahan ini juga tidak lepas kaitannya dengan hubungan sosial di dalam masyarakat Indonesia. Melihat kepadatan penduduk di Indonesia, masalah ini seperti tidak ada habisnya dari individu ke individu lain atau dari kelompok ke kelompok lain.

Permasalahan sosial yang dihadapi di Indonesia memang memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Mulai dari yang kecil seperti lingkungan keluarga, hingga ke permasalahan yang cukup besar menghadapi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial merupakan ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.

Sedangkan, menurut Vincent Parillo Parillo dalam Soetomo (2013), masalah sosial adalah masalah yang bertahan untuk suatu periode waktu tertentu. Di mana, suatu kondisi dianggap sebagai masalah sosial, namun hanya terjadi dalam waktu singkat dan menghilangkan bukan termasuk masalah sosial.

Masalah sosial menurut Soetomo adalah suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh sebagian besar warga masyarakat, dan menurut Lesli masalah sosial adalah kondisi yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai dan karena perlunya untuk diatasi atau diperbaiki.

Sehingga jika disimpulkan, masalah sosial adalah suatu kondisi yang tidak diinginkan yang tidak sesuai dengan unsur budaya serta membahayakan kehidupan kelompok sosial sehingga perlu diatasi.

 

Menurut Ringkasan Google AI

Ada banyak masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, di antaranya :

  1. Kemiskinan : Kondisi di mana seseorang tidak dapat menjamin hidupnya sendiri.
  2. Kekerasan dan fanatisme kelompok : Kasus kekerasan dan fanatisme kelompok intoleran masih terjadi di Indonesia.
  3. Stunting (kondisi gangguan pertumbuhan pada anak yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan anak-anak seusianya. Stunting dapat disebabkan oleh malnutrisi yang dialami ibu saat hamil atau anak pada masa pertumbuhannya) : Tingkat stunting di Indonesia masih tinggi.
  4. Literasi digital (kemampuan seseorang untuk menggunakan teknologi digital, seperti internet dan media komunikasi, untuk mengakses, memahami, mengevaluasi, menciptakan, dan berbagi informasi. Literasi digital juga mencakup kemampuan untuk berinteraksi secara digital, memahami risiko dunia digital, dan mencerna informasi) : Literasi digital di Indonesia masih rendah.
  5. Pelecehan seksual : Kasus pelecehan seksual di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.
  6. Ketidaksetaraan akses Pendidikan : Faktor-faktor seperti perbedaan kualitas sekolah, biaya pendidikan yang tinggi, dan diskriminasi gender dapat menghalangi banyak individu untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
  7. Korupsi : Korupsi merupakan salah satu masalah utama dan prioritas yang dihadapi Indonesia.
  8. Pengangguran : Pengangguran merupakan salah satu masalah yang dihadapi Indonesia.
  9. Kebijakan pemerintah : Kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat merupakan salah satu masalah yang dihadapi Indonesia.
  10. Penegakkan hukum : Penegakkan hukum yang tidak adil merupakan salah satu masalah yang dihadapi Indonesia.

 

Berbagai permasalahan musibah tengah melanda masyarakat bangsa ini, mulai dari pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, sampah masyarakat, korupsi, prostitusi, perdagangan anak, berbagai macam usaha illegal, penggusuran, narkoba, konflik horisontal, terorisme dan kelompok radikalisme, permasalahan dan polemik pelik di masyarakat hingga bencana alam.

Para pakar dan ahli telah banyak mengupas masalah itu dengan sudut pandang yang beragam. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa saat ini disebabkan oleh lima permasalahan yang menjadi akar pokok penyebab.

Akar permasalahan tersebut harus segera dicarikan solusi oleh segenap komponen bangsa, agar tidak merembet pada berbagai permasalahan lain yang akan semakin sulit diatasi. 

 

Kelima akar permasalahan itu adalah sistem demokrasi, kesenjangan sosial, pemberantasan korupsi, sistem pendidikan dan pertumbuhan penduduk.

  1. Demokrasi berjalan sangat liberal.

Demokrasi kita berjalan sangat liberal dan tidak terarah untuk kepentingan masyarakat luas.  Sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat cenderung menghasilkan wakil rakyat (parlemen) dan pemimpin pemerintahan  yang terpilih karena popularitasnya, bukan kompetensi dan kridibilitasnya.

Hasilnya, para anggota parlemen lebih sibuk mengurus kepentingan partai dan pribadi (konstituen kelompoknya) daripada kepentingan masyarakat luas. Banyak undang-undang yang diperlukan, diperbaiki atau diganti tidak mendapatkan prioritas pembahasan dan perhatian yang serius. Parlemen bergerak hanya sekedarnya atau setelah ada desakan yang kuat dari masyarakat melalui unjuk rasa dan opini yang berkembang di media massa.

Selain itu, hanya sedikit Kepala Daerah yang benar-benar bekerja untuk rakyat dan memajukan daerahnya, selebihnya hanya memikirkan pribadi dan golongannya. Bahkan sudah demikian banyak Kepala Daerah yang tersangkut masalah hukum khususnya kasus korupsi. Menurut data ICW, sejak KPK didirikan tahun 2003 hingga saat ini sudah 392 Kepala Daerah (dari 549 Prov/Kab/Kodya) telah menjadi terpidana dan terdakwa kasus korupsi.

  1. Ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang semakin tajam.

Pembagian hasil pembangunan tidak dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, tapi lebih banyak oleh sekelompok elit tertentu. Pembangunan infrastruktur lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kelas menengah keatas, sementara masyarakat bawah sebagai penonton pembangunan. Akibatnya timbul ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Orang kaya semakin kaya, sementara orang miskin semakin sulit mendapatkan kehidupan yang layak. Ketimpangan kekayaan antara orang kaya dan miskin di Indonesia termasuk paling buruk di dunia. Bank Dunia mencatat, tingkat ketimpangan kesejahteraan hidup orang Indonesia semakin tinggi dalam 15 tahun terakhir. Laju tingkat ketimpangannya pun paling cepat di antara negara-negara di kawasan Asia Timur. Melebarnya ketimpangan kesejahteraan tecermin dari terpusatnya akumulasi kekayaan pada minoritas penduduk Indonesia. Kondisi ini bisa menimbulkan dampak negatif berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi dan potensi konflik sosial. Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, 10 persen orang kaya menguasai sekitar 77 persen dari seluruh kekayaan aset dan keuangan di negara ini. Kalau dipersempit lagi, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional. Bisa dibayangkan, segelintir (1 persen) orang terkaya di Indonesia menghimpun separuh total aset negara ini.

  1. Pemberantasan Korupsi yang tidak serius.

Kasus korupsi di negeri kita terus terjadi dan bahkan bertambah dari tahun ke tahun, seolah para pelaku tidak ada jeranya. Padahal korupsi bukan sekedar merugikan Negara secara ekonomi, tetapi lebih parah lagi yaitu merusak tatanan berbangsa dan bernegara. Melihat kenyataan ini pemerintah dinilai tidak serius dalam memberantas korupsi. Meski memperkuat KPK, upaya itu dipandang tidak akan bisa optimal.

Sejauh ini KPK hanya berhasil menangkap tidak lebih dari 5 % pelaku korupsi, selebihnya dengan modus yang tidak dijangkau KPK mereka berhasil menikmati hasil korupsi. Buktinya, begitu banyak pejabat negara dan pegawai negeri kita yang mempunyai rekening gendut alias harta kekayaannya tidak sebanding dengan kemungkinan penghasilan dari jabatannya.

Kalau mau serius memberantas korupsi, semestinya negeri ini memberlakukan Asas Pembuktian Terbalik (Burden Shifting of Proof Principle) seperti yang telah dilakukan oleh Malaysia, Singapura dan Hongkong.  Sistem pembuktian terbalik dinilai sangat efektif mencegah korupsi, karena beban pembuktian tidak lagi berada pada aparat pengak hukum, tetapi beban pembuktian dibebankan kepada terlapor dalam hal ini para pejabat yang dilaporkan oleh masyarakat kepada aparat penegak hukum bahwa ia diduga telah melakukan tindak pidana korupsi.

Malaysia telah memberlakukan Sistem Pembuktian Terbalik terhadap semua pejabat negara dan pegawai negeri yang dicurigai harta kekayaannya jauh melesat melampai kemungkinan penghasilan dari jabatannya. Meski Lembaga Anti Rasuah (KPK Malaysia) tidak pernah terdengar melakukan OTT (operasi tangkap tangan) terhadap terduga korupsi, namun negeri ini terbilang sukses menekan kejahan korupsi.  Menurut survei Lembaga Transparency International (TI)  tingkat  indeks persepsi korupsi Malaysia naik ke peringkat 49, jauh lebih baik ketimbang Indonesia yang berada di peringkat 90 dunia.

  1. Kesalahan Sistem Pendidikan.

Hasil survei yang dilakukan oleh  United Nations Development Programme(UNDP) bahwa  Indeks Pembangunan Manusia  (IPM) Indonesia masuk kategori sangat rendah di dunia, berada di peringkat 113 dari 188 negara di dunia, dengan nilai sebesar 0,689. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan sebuah negara dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.

  1. Pertumbuhan Penduduk tak Terkendali.

Data dari BKKBN menunjukkan rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) negeri kita masih tergolong tinggi mencapai 1,49% per tahun, yang berarti setiap tahunnya penduduk Indonesia bertambah sekitar 4,5 juta (hampir sama dengan jumlah penduduk Singapura). Padahal idealnya pertumbuhan penduduk kita 0,5 persen. Hal ini mengindikasikan pemerintah tidak mampu mengendalikan pertumbuhan penduduk, yang berpotensi terjadi ledakan penduduk di masa mendatang.  Ledakan penduduk adalah salah satu ancaman paling serius bagi suatu bangsa.

 

MENURUT MUNIF CHATIB

Menurut Munif Chatib, seorang praktisi pendidikan humanis, bahwa rendahnya kualitas hidup bangsa Indonesia disebabkan karena kesalahan sistem pendidikan kita.

Pola dan metode pendidikan yang tidak tepat, ditambah dengan kurikulum padat dan melelahkan menjadikan pelajar kita seperti robot. Kurikulum kita berorientasi pada kemampuan kognitif dan  mengabaikan kemampuan afektif maupun psikomotoris. Padahal negara-negara maju telah menerapkan pola Multiple Intelligence (kecerdaan majemuk), yang lebih berorientasi pada aspek afektif dan psikomotoris.

Salah satu contoh adalah Finlandia, sistem pendidikannya dinilai terbaik di dunia.

Sejak dari dulu (meskipun kurikulum sering berganti-ganti seiring dengan pergantian kebijakan menteri pendidikan), kurikulum pendidikan di Indonesia selalu berorientasi pada aspek kognitif (kemampuan berfikir dan mengingat), dengan mengecilkan aspek afektif (sikap mental, moralitas, dan nilai), dan aspek psikomotoris (ketrampilan, karya, produktifitas, dsb).

Hal ini berbeda dengan sistem pendidikan di negara-negara maju yang titik berat kurikulumnya justru pada aspek afektif dan psikomotorik, bukan aspek kognitif.

Sistem pendidikan di Indonesia memaksa siswa belajar sesuai kurikulum yang begitu padat dan melelahkan,  sehingga menjadikan pelajar kita seperti robot. Padahal pelajar adalah manusia dengan potensi yang berbeda satu sama lain. Masing-masing mempunyai kelebihan di satu sisi, dan kekurangan di sisi yang lain.

Sejumlah materi pelajaran pada kurikulum SMP/SMA dinilai masih banyak yang tidak memberi manfaat dikemudian hari. Apalagi materi itu (matematika, fisika, kimia, biologi, dsb) cukup susah dan dianggap sebagai materi utama.

Apa tujuan dan manfaat belajar logaritma, integral, menghafal unsur kimia, dan nama sendi anatomi tubuh ?, bahwa 90 % (persen) lulusan pelajar kita merasa materi-materi tersebut tidak bermanfaat baginya, kecuali bagi sebagian kecil yang melanjutkan kuliah atau bekerja sesuai bidang yang spesifik.

Penyusun kurikulum pendidikan kita terpaku pada Output (hasil keluaran), tetapi tidak memperhatikan Outcome (dampak jangka panjang berupa manfaat atau harapan yang diinginkan). Anak didik kita tidak dibekali dengan ketrampilan yang memadai sehingga bisa berkarya dan produktif. Mereka kurang mendapat pembekalan nilai-nilai moralitas dan integritas. Maka tidak heran jika banyak pejabat kita yang korup.

Para ahli demografi mengemukakan bahwa peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap :

  1. Berkurangnya lahan perumahan dan pertanian,
  2. Berkurangnya ketersediaan pangan, serta
  3. Meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan. Tingginya angka kemiskinan berpotensi menimbulkan terjadinya kriminalitas dan gejolak sosial.

 

Berbagai hasil pembangunan yang dicapai akan sia-sia apabila tidak dibarengi dengan keseimbangan populasi penduduk. Suatu wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk tinggi selalu mempunyai berbagai permasalahan sosial yang membuat kenyamanan hidup masyarakat terganggu.

Kelima permasalahan tersebut yang menjadi akar dari berbagai permasalahan yang melanda bangsa ini harus segera dicarikan solusi oleh segenap komponen bangsa.  Kalau tidak, tentu akan menjalar pada berbagai permasalahan lain yang akan semakin sulit diatasi.  Semoga bangsa ini dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada.

 

10 MASALAH BANGSA INDONESIA MENURUT BUSRYO MUQODDAS

Bahwa untuk mempertahankan kualitas sebagai umat unggulan dan sekaligus sebagai bangsa yang berdaulat, kita perlu memahami secara garis besar permasalahan bangsa.

Sepuluh masalah yang kini dihadapi bangsa Indonesia :

  1. Pertama, bahaya bisnis besar narkoba yang telah menjadikan Indonesia sebagai pasar utama bisnis barang mematikan itu. Tercatat sudah terdapat jumlah pengguna narkoba sebanyak 5,9 juta. Korban yang tewas perhari 40 orang. Sararan utamanya adalah generasi muda. Sejumlah aparat TNI, Polri, dan petugas BNN (Badan Narkotika Nasional) bahkan anggota DPRD terseret di dalamnya.
  2. Kedua, perampokan uang negara (korupsi) oleh aparat pemerintah pusat atau daerah, DPR/DPRD, DPD, Polisi, Jaksa, Hakim/Hakim Mahkamah Konstitusi, Menteri, Pengacara, Pebisnis Gelap dan Penyuap Pejabat, serta Dosen Negeri.
  3. Ketiga, praktik jual jasa (suap) izin pendirian hotel, apartemen, pusat belanja modern, penambangan minyak, gas, mineral batubara, dan tata ruang daerah maupun nasional.
  4. Keempat, praktik penguasaan 77% kekayaan negara oleh 10 pengusaha hitam dan 1 pengusaha keturunan yang diizinkan menguasai 6 juta hektar lahan.
  5. Kelima, tidak terbukanya aparat Polri dalam membongkar siapa sesungguhnya aktor dan dalang serangkaian panjang gerakan terorisme yang keji dan terkutuk.
  6. Keenam, praktik mafia suap (uang sogok) oleh kalangan pebisnis busuk kepada pejabat, politisi parpol, dan aparat penegak hukum yang telah menghancurkan martabat bangsa.
  7. Ketujuh, meluasnya kahadiran “generasi android” yang telah menyita waktu produktif mereka.
  8. Kedelapan, semakin terbiasanya ucapan bohong di depan jutaan rakyat dan pengakuan mendadak sebagai pejuang Pancasila dan NKRI tanpa bukti kejujuran dan kecerdasan.
  9. Kesembilan, menjamurnya izin pasar dan pusat belanja modern berjejaring nasional yang mematikan pasar dan pusat ekonomi rakyat kelas menengah.
  10. Kesepuluh, terjadinya kesenjangan ekonomi sebagai pemicu ketidakadilan sosial dan munculnya sikap radikalisme dalam masyarakat yang berujung pada terorisme.

Itulah sebagian problem negara kita yang telah membebani masa depan generasi muda dan negara kita.

 

MENURUT MAHFUD MD

Mahfud MD mengungkapkan, saat ini ada tiga masalah besar yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia.

Menurut Mahfud MD, tiga masalah tersebut adalah :

  1. Korupsi
  2. Terorisme, dan.
  3. Narkoba

Adanya tiga masalah tersebut sulit mewujudkan Indonesia menjadi bersih. Tiga masalah besar yang dihadapi atau yang menghantui masyarakat, bangsa Indonesia di bidang penegakan hukum dan pemerintahan yang bersih.

Yaitu korupsi, terorisme dan narkoba.

 

PERMASALAHAN UTAMA INDONESIA MENURUT ANAK MUDA

Survei Kedai KOPI melakukan riset tentang permasalahan utama yang sedang dihadapi Indonesia saat ini menurut anak muda. Hasilnya, sebanyak 44,8% responden menyatakan Covid-19 merupakan masalah utama Indonesia saat ini.

Sebanyak 10,4% responden menilai perekonomian seperti daya beli, inflasi, dan harga pokok yang mahal juga merupakan masalah utama Indonesia saat ini. Kemudian, sebanyak 6,2% responden menilai masalah utama Indonesia saat ini adalah pengangguran.

Masalah sosial seperti intoleransi, kenakalan remaja, kesenjangan dan lain-lain juga dianggap sebagai masalah utama Indonesia sekarang. Masalah itu dinyatakan oleh 6,1% responden.

Masalah utama Indonesia lainnya saat ini menurut anak muda, yaitu kemiskinan sebanyak 4%, korupsi 3,6%, pendidikan 2,9%, lingkungan atau kerusakan alam 2,7%, kriminalitas 2,35%, dan keamanan 2%. Sebanyak 1,9% responden juga menilai hutang negara merupakan masalah utama Indonesia sekarang.

Adapun, survei ini dilakukan pada 14-21 Oktober 2021 yang melibatkan 1.200 responden usia 14-40 tahun (Gen Y dan Gen Z). Survei dilakukan dengan wawancara melalui telepon.

 

MENURUT ISKANDARSYAH SIREGAR (UNAS JAKARTA)

Kepala Pusat Studi Ketahanan Nasional, Iskandarsyah Siregar menjelaskan, ada lima permasalahan bangsa saat ini :

  1. Pertama potensi perkembangan dan kebangkitan komunis penulis menambah bahwa radikalisme dan terorisme lebih bahaya, sudah banyak negeri hancur adanya penyusupan ideologi tersebut makanya Pancasila-lah yang dapat membentengi negara dan bangsa Indonesia.
  2. Kedua invasi senyap kekuatan asing dalam bentuk sumber daya manusia.
  3. Ketiga potensi konflik antaretnis dan umat beragama (politik SARA).
  4. Keempat lemahnya kedaulatan masyarakat Indonesia dan.
  5. Kelima bergesernya pemahaman ideologi Pancasila.

 

Menurutnya merekomendasikan agar TNI harus bekerja sama dengan kaum agamawan, ilmuwan, raja, sultan, pemangku adat, dan profesional dalam mengatasi persoalan tersebut.

Indonesia hari ini sudah dalam keadaan kritis dan mulai saat inilah segenap komponen bangsa harus secara bersama-sama bertekad untuk kembali kepada ideologi Pancasila dan ikhlas melepaskan segala kepentingan pribadi dan kelompok demi menyelamatkan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.

 

Sementara dari perwakilan Pangkostrad sepakat, bahwa kekuatan asing masuk mengacak-acak Indonesia melalui berbagai cara :

  1. Pertama kekuatan asing mulai melakukan perusakan nilai-nilai kehidupan, hingga perang candu disebabkan oleh begitu cantik dan potensialnya Indonesia sebagai sebuah negara.
  2. Kedua narasumber ini juga menekankan bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan bangsa ini kecuali dengan kembali kepada tata kehidupan yang berlandaskan Pancasila sebagai dasar negara. (Try-gmpkkdr)

 

 

 

Penulis artikel : R, Tri Priyo Nugroho, S.Sos

Sumber Referensi :

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *