Satu Tekad Memberantas Budaya Korupsi
Korupsi adalah perbuatan yang merugikan kepentingan umum dengan cara menyalahgunakan kekuasaan, jabatan, atau kewenangan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi telah menjadi salah satu masalah besar yang menghambat pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia. Meskipun telah ada berbagai upaya pemberantasan korupsi, baik dari pemerintah, lembaga penegak hukum, maupun masyarakat sipil, namun praktik korupsi masih terus terjadi dan bahkan semakin canggih dan sistematis.
Salah satu faktor yang menyebabkan korupsi sulit dihilangkan adalah adanya budaya korupsi yang telah membudaya di masyarakat Indonesia. Budaya korupsi adalah pola pikir dan perilaku yang menganggap korupsi sebagai hal yang biasa, wajar, dan dapat diterima. Budaya korupsi juga mencakup sikap apatis, toleran, dan tidak peduli terhadap korupsi. Budaya korupsi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
Sejarah Panjang Korupsi
Korupsi bukanlah fenomena baru di Indonesia. Sejak masa kerajaan, penjajahan, orde lama, orde baru, hingga reformasi, korupsi telah menjadi bagian dari sejarah bangsa ini. Korupsi sering terjadi karena adanya kesenjangan antara kekayaan dan kemiskinan, ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kekuasaan, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, serta rendahnya kualitas pendidikan dan moral masyarakat. Korupsi juga sering dikaitkan dengan budaya feodalisme, paternalisme, nepotisme, kolusi, dan primordialisme yang masih melekat di masyarakat. Sejarah panjang korupsi ini telah membentuk persepsi dan mentalitas masyarakat yang cenderung menganggap korupsi sebagai hal yang lumrah dan tidak bisa dihindari.
Kurangnya Kesadaran Hukum
Salah satu indikator budaya hukum adalah tingkat kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum adalah sikap dan perilaku masyarakat yang sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku. Kesadaran hukum dapat dibedakan menjadi empat tingkatan, yaitu: kesadaran hukum primer (menghormati hak-hak orang lain), kesadaran hukum sekunder (taat pada peraturan-peraturan), kesadaran hukum tersier (menghargai nilai-nilai dasar hukum), dan kesadaran hukum kuartier (berpartisipasi dalam pembentukan dan perubahan hukum). Sayangnya, kesadaran hukum masyarakat Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi di berbagai bidang, mulai dari lalu lintas, perpajakan, lingkungan hidup, sampai dengan tindak pidana korupsi. Kurangnya kesadaran hukum ini menyebabkan masyarakat tidak memiliki rasa hormat dan tanggung jawab terhadap hukum. Mereka cenderung mencari celah-celah hukum untuk menguntungkan diri sendiri atau golongannya tanpa memperhatikan dampaknya bagi kepentingan umum.
Lemahnya Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah proses pembentukan nilai-nilai moral dan etika pada diri peserta didik agar menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab. Pendidikan karakter penting untuk membentuk generasi muda yang berkualitas dan berintegritas. Namun, kenyataannya pendidikan karakter di Indonesia masih lemah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya nilai-nilai moral dan etika yang dimiliki oleh sebagian besar peserta didik. Beberapa contoh perilaku negatif yang sering terjadi di kalangan peserta didik adalah : mencontek, plagiat, bullying, tawuran, narkoba, seks bebas, dan lain-lain. Perilaku negatif ini menunjukkan bahwa peserta didik tidak memiliki nilai-nilai seperti kejujuran, kedisiplinan, toleransi, kerjasama, dan kepedulian sosial. Jika perilaku negatif ini tidak segera diatasi, maka akan berpotensi menimbulkan perilaku korupsi di masa depan.
Satu Tekad Memberantas Budaya Korupsi
Memberantas budaya korupsi bukanlah hal yang mudah dan cepat. Diperlukan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, baik pemerintah, lembaga penegak hukum, masyarakat sipil, media massa, maupun masyarakat umum. Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk menghapus budaya korupsi adalah :
- Meningkatkan kualitas dan kuantitas penegakan hukum terhadap pelaku korupsi. Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas, adil, transparan, dan profesional. Tidak ada perlakuan diskriminatif atau tebang pilih terhadap pelaku korupsi. Hukuman yang diberikan harus sepadan dengan tingkat kesalahan dan kerugian yang ditimbulkan. Penegakan hukum yang efektif dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan efek edukatif bagi masyarakat.
- Meningkatkan partisipasi dan pengawasan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga publik. Masyarakat harus aktif dan kritis dalam mengawasi kinerja dan akuntabilitas pemerintah dan lembaga publik. Masyarakat juga harus berani melaporkan dan menuntut jika menemukan adanya indikasi korupsi. Selain itu, masyarakat harus mendukung dan memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang berani melawan korupsi. Partisipasi dan pengawasan masyarakat dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah dan lembaga publik.
- Meningkatkan pendidikan karakter sejak dini. Pendidikan karakter harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan karakter harus mengajarkan nilai-nilai moral dan etika yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan karakter juga harus mengembangkan sikap dan perilaku positif seperti kejujuran, kedisiplinan, toleransi, kerjasama, dan kepedulian sosial. Pendidikan karakter dapat membentuk generasi muda yang berkualitas dan berintegritas.
- Meningkatkan peran media massa sebagai agen perubahan sosial. Media massa harus berperan aktif dalam memberantas korupsi. Media massa harus menyajikan informasi yang akurat, objektif, dan berimbang tentang kasus-kasus korupsi. Media massa juga harus memberikan edukasi dan advokasi kepada masyarakat tentang bahaya dan dampak korupsi. Media massa juga harus memberikan ruang bagi aspirasi dan kritik masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga publik. Media massa dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Kesimpulan :
Budaya korupsi adalah salah satu faktor yang menyebabkan korupsi sulit dihilangkan di Indonesia. Budaya korupsi adalah pola pikir dan perilaku yang menganggap korupsi sebagai hal yang biasa, wajar, dan dapat diterima. Budaya korupsi dipengaruhi oleh sejarah panjang korupsi, kurangnya kesadaran hukum, lemahnya pendidikan karakter, serta rendahnya partisipasi dan pengawasan masyarakat. Untuk menghapus budaya korupsi diperlukan komitmen dan kerjasama dari semua pihak. Beberapa solusi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan penegakan hukum, partisipasi dan pengawasan masyarakat, pendidikan karakter, serta peran media massa. (Try-gmpkkdr)
Sumber referensi artikel :
- Budaya Korupsi atau Korupsi Membudaya – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13755/Budaya-Korupsi-atau-Korupsi-Membudaya.html.
- Sejarah dan Perkembangan Korupsi di Indonesia – Rebbosetau. https://www.rebbosetau.com/2022/04/sejarah-dan-perkembangan-korupsi-di.html.
- Korupsi, Kuasa, dan Budaya – KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/read/2023/02/22/10511891/korupsi-kuasa-dan-budaya.
- Apakah Korupsi Merupakan Budaya Bangsa Indonesia? – Kemenperin. https://bdiyogyakarta.kemenperin.go.id/blog/post/2019/12/2/54/apakah-korupsi-merupakan-budaya-bangsa-indonesia-.
- Apakah Korupsi Merupakan Budaya Indonesia? – Kompasiana.com. https://www.kompasiana.com/stefan99sug/583870ab60afbdcf0b02fcb3/apakah-korupsi-merupakan-budaya-indonesia.
Corruption has become a thorn in the flesh in the state’s efforts to improve the welfare of its people and develop its economy. Because of its highly destructive nature, corruption has been considered an extraordinary or extraordinary crime by various countries, including Indonesia.